Mengenai Saya

Foto saya
I'm crowded,noisy,helpful,clever life is made leisurely but sulery and the same responsibilities of life. life is struggle ans success in all things is the purpose of life.

Rabu, 04 Mei 2011

cerpen


CITA- CITA ANAK DESA

Pagi masih gulita, remang datang menjelang dikejar terpaan mentari yang seakan mengejar dibalik matahari yang malu untuk terbangun dari tidur yang diselimuti awan putih di pagi hari yang cerah. Panggilan adzan di pagi itu diteriakkan lewat speaker TOA, yang berteriak seakan-akan memecah keheningan pagi yang sejuk. Panggilan cinta itu menerjang hangat sebuah rumah reot berdinding bambu diujung jalan desa. Seorang pemuda belasan tahun yang dari tadi tidur dengan selimut sarung lusuh menggeliat, bangun dari kamar sempitnya. Dengan setengah sadar dan nyawa yang sepenuhnya belum terkumpul, dia menyambar kopyah dan membuka pintu satu-satunya yang ada di rumah tersebut yang tidak besar itu, dia beranjak menyambut panggilan cinta Tuhan-NYA.
            “mak, andhika ke masjid, assalamuallaikum.”
            “ Waalaikumsalam....! jangan lama-lama di masjid dik,jebakan yang dipasang harus diambil sebelum terang.
Masjid desa tampak ramai oleh warga yang hendak melaksanakan sholat subuh, mas Dwi putra kepala desa yang belajar di Mesir yang  kemarin gempar beritanya pulang kampung ternyata bertandang ke masjid. Dadanya sesak.
            Pemuda belasan tahun itu berpikir sepanjang perjalanan pulang. Senang,bimbang sekaligus bingung.Langkah-langkah kakinya ternyata telah otomatis berjalan ke galengan-galengan sawah yang menghijau saat kepalanya masih terus berpikir. Hanya desahan nafas yang berat tertahan yang menemani kesendiriannya. Dia tanggalkan sarungnya di pinggangnya, menuju jebakan-jebakan yang kemarin dipasangnya. Tersenyum.
            “ kreeeeett.....”.
            Tubuh kurus agus menyebul dibalik pintu bambu tua. Tangannya penuh membawa kurungan  bambu berisi belut.
            “ sudah kamu bersihkan belutnya nak,...?”
            Putra semata wayangnya hanya diam, terpaku menghangatkan badannya di depan kayu-kayu yang di bakarnya.
            Perempuan tua itu tak mengusik, ikut terdiam sembari menyambar kurungan bambu putranya. Luruh air matanya jatuh tertahan dalam diam. Meninggalkan anak tercintanya sendirian duduk di depan tungku.
Andhika beranjak mengambil tas buntutnya yang tergantung di dinding, merogoh sebuahh kertas. Mendesah. Kedua bola matanya beralih pada sebuah gambar pesawat N 970 dan gambar poster Bj. Habibie.
            “ mungkin aku tidak akan bisa menjadi orang seperti dia”. Batiinnya menangis.   
            Buru-buru dia masukkan kertas di tangannya saat ibunya datang menghampirinya membawa belut dan sayur yang sudah dimasukkan kedalam kantong kresek. Dia segera sadar tanpa diperintah dengan kata-kata, Andhika menyeret sepeda tuanya. Memarkir di depan rumah dan membantu ibu nya untuk mengais rejeki.
            Setengah jam perjalanan hanya mereka habiskan dalam diam, Perempuan tua dalam boncengan Andhika hanya diam sambil terus berdzikir, berdoa sekaligus  menangis dalam dada, karena dia tahu , putranya bermimpi menggapai cita. Sementara kepala Andhika mencerna kalimat mas dwi subuh tadi, kalimat yaang membuat dada semakin perih.
            Orang yang berilmu dan beradab tidak akan tinggal diam di kampung halaman
              Tinggalkan negerimu dan merantaulah ke negeri orang
            Merantaulah, kau akan dapatkan pengganti dari kerabat  dan kawan
            Berlelah-lelahan, manisnya hidup terasa setelah lelah berjuang
Aku melihat air menjadi rusak karena. Diam tertahan
Jika mengalir menjadi jernih, jika tidak.Akan keruh menggenang
Singa jika tak tinggalkan sarangnya tak akan dapatkan mangsanya
Anak panah jika tak tinggalkan busurnya tak akan kena sasaran
Jika matahari diorbitnya tidak bergeser dan terus diam tentu manusia
Bosan padanya dan enggan memandang
Bijih besi bagaikan tanah biasa sebelum digali dari tambang 
Kayu gahari tak ubahnya seperti kayu biasa  jika di dalam hutan “
                                                ( imam syafii )
Sepeda tuanya sudah memasuki kota kecamatan, gedung-gedung berderet-deret memadati lahan disepanjang jalan. Andhika menghentikan laju sepedanya Membantu ibunya menurunkan barang bawaan, menyusuri jalanan pasar yang sempit, membantu menggelar dagangan, menunggu sebentar kemudian beranjak.
            “ bu, Andhika keluar sebentar ea bu”.
            “ mau kemana, nak?”
            Tak ada jawaban yang keluar dari mulut Andhika.
            “ ya sudah, sana hati-hati nak.”
            Agus segera melangkahkan kakinya menjauh, Dada perempuan tua itru berdesir lembut sekalian tersayat. Ibu,tahu nak, kamu ingin sekali menjadi pembuat pesawat terbang.” Sorot mata hatinya telah lebih dahulu tahu.
            Dan ternyata sesuai dengan apa yang di inginkannya. Sepeda Andhika benar-benar berhenti di sebuah gerbang megah sekiolah menengah teknik pembuatan kapal dan pesawat terbang. Sorot matanya menerawang penuh dengan keinginan dan rasa iri yang tak terperi.
“ hanya orang kaya yang bisa bersekolah disini,dan orang miskin seperti aku ini hanya bisa bermimpi dan bercita-cita “.
Di tempat yang berbeda dalam waktu yang sama,perempuan tua itu berlari kecil girang membawa sebuah majalah tua bercover pesawat dan Bj.Habibie, terus berlari menyeberangi jalan. Tanpa sadar ada teriakan-teriakan keras dari orang-orang di sekitar jalan saat sebuah truk besar menghantam keras tubuh kerempengnya.
            Tubuh tua itu terpental sekian meter, menubruk aspal. Anyir menerabas sekeliling. Ibu hanya bisa melihat cahay putih, tangannya masih memegang majalah yang kini berwarna merah.
                        “ maafkan Ibu, anak ku”.

                                               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar